Memahami imajinasi seksual
Kalimat di atas dipetik oleh filsuf kontemporer Prancis, Jean Baudrillard, ketika ia membahas tentang sebuah godaan seksual yang elegan dalam bukunya The Seduction.
Bayangkan kalau kalimat itu disampaikan lewat tatapan mata seorang wanita yang memiliki kecantikan dan penampilan sempurna seorang model, muda, cerdas dan memiliki posisi sosial yang cukup terhormat.
Bayangkan pula jika kebetulan tatapan menggoda itu dilayangkan pada seorang pria yang mengalami krisis paruh baya. Lalu si pria balik menatap dan mengatakan: Ya, aku akan masuk ke kamarmu, aku tiduri kamu. Akan kuberikan apa saja yang kamu inginkan, asal kamu bisa memuaskan aku.
Dalam bukunya yang agak njelimet ini Baudrillard mengupas tuntas bagaimana kita sebenarnya terperosok dalam godaan. Godaan untuk menjadi kaya, godaan untuk menjadi sensual dan seksual, godaan untuk menjadi terkenal dan masih banyak godaan lagi. Kita hidup dalam godaan, namun mati ketika pesona godaan itu menjerat kita begitu ketat, sehingga kita tak bisa mengenali diri kita lagi.
Kesalahan kita barangkali adalah terlalu sederhana dalam melihat lembaga yang bernama perkawinan. Kita seringkali melihat perkawinan sebagai pengaturan kehidupan sederhana: dua orang jatuh cinta dan memutuskan menikah, hidup bersama dalam satu rumah, memiliki kehidupan seks dan membesarkan anak-anak.
Jarang dari diri kita yang memikirkan bahwa di balik wajahnya yang sederhana perkawinan adalah sebuah perjuangan emosional yang hebat dan berlangsung seumur hidup. Perkawinan adalah sebuah ladang permainan bagi jiwa, di mana individu-individu keluarga dan pasangan melalui banyak cobaan.
Menurut Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul The Soul of The Sex, jauh di dalam relung setiap kehidupan manusia terletak perasaan ketidaklengkapan dan keterpisahan. Kita seringkali membawa sikap cemas ini dalam perkawinan dan berharap pasangan kita akan mengisi celah yang ada atau mengutuhkan kembali apa yang selama ini terbagi. Namun di sisi lain, jauh dalam hati kita juga menyimpan kerinduan akan kebebasan yang kita miliki semasa membujang.
Dua wajah kegelisahan ini kemudian menemukan wujudnya dalam fantasi seksual. Itulah sebabnya seks dalam kehidupan perkawinan, seperti pusaran air, berpusar secara misterius, menggoda dan menghibur. Itu sebabnya tiba-tiba orang bermimpi bercinta dengan mantan kekasih atau bintang film yang sama sekali tak dikenalnya. Itulah alasan mengapa pria kemudian menjadi gampang tergoda oleh para 'miss porot' yang piawai menyentuh imajinasi.
Ketika merasa pasangan kita tidak bisa mengisi kekosongan dan kerinduan pada kebebasan membujang menguat itulah, muncul fantasi tentang kekasih misteri. Kekosongan dan kerinduan inilah yang membuat kita menjadi rentan pada godaan dan membuat kita menjadi gampang tersentuh secara seksual.
Menurut Moore, ada satu hal yang sering diabaikan, terutama oleh wanita, bahwa imajinasi seksual, terutama pada pria, tidak akan menjadi lemah, tidak peduli berapa pun usia Anda dan bagaimanapun keadaan Anda saat ini.
Perkawinan yang kuat akan bisa terwujud jika suami atau istri mau mempelajari dan saling mengisi kekosongan pasanganya, serta mau atau belajar memahami imajinasi seksual pasangan masing-masing. Sehingga seberapa pun besar keinginan untuk tergoda, masing-masing akan teringat pada komitmen untuk 'pulang' kembali ke ladang jiwa bernama perkawinan itu.
Mungkin kita bisa belajar dari kisah cinta Odysseus dengan Penelope dalam Odyssey. Dalam pengembaraannya Odysseus sempat terdampar di sebuah pulau yang hanya berpenghuni wanita. Dewi penguasa pulau itu menjanjikan akan memberikan cinta dan keabadian pada Odysseus jika ia mau tinggal. Ia menolak untuk tinggal lebih lama karena merindukan ranjang yang khusus ia buat bertahun-tahun lalu untuk Penelope.
"Tinggallah, kau akan mendapat cinta, kenikmatan dan keabadian dariku," kata si Dewi.
"Apa gunanya keabadian jika aku tidak hidup dengan orang yang kucintai," jawab Odysseus.
"Kau akan menjadi tua dan mati Odysseus. Aku lebih muda dan lebih cantik. Tentu Penelope sudah tidak semuda ketika kamu tinggalkan," bujuk si Dewi lagi.
"Tidak masalah menjadi tua asal aku hidup bersama orang yang kucintai. Kalau dia menjadi tua, aku pun juga tidak semuda dulu lagi," jawab Odysseus.
Si Dewi menyerah, Odysseus melanjutkan perjalannya, pulang ke ranjang yang dirindukannya, Penelope.
Kita memang hidup dalam godaan. Bagaimana kita melampaui godaan tanpa harus mati karena pesonanya adalah sebuah seni. Itulah perkawinan dan itulah kehidupan. (enggar s marwati)
Bayangkan kalau kalimat itu disampaikan lewat tatapan mata seorang wanita yang memiliki kecantikan dan penampilan sempurna seorang model, muda, cerdas dan memiliki posisi sosial yang cukup terhormat.
Bayangkan pula jika kebetulan tatapan menggoda itu dilayangkan pada seorang pria yang mengalami krisis paruh baya. Lalu si pria balik menatap dan mengatakan: Ya, aku akan masuk ke kamarmu, aku tiduri kamu. Akan kuberikan apa saja yang kamu inginkan, asal kamu bisa memuaskan aku.
Dalam bukunya yang agak njelimet ini Baudrillard mengupas tuntas bagaimana kita sebenarnya terperosok dalam godaan. Godaan untuk menjadi kaya, godaan untuk menjadi sensual dan seksual, godaan untuk menjadi terkenal dan masih banyak godaan lagi. Kita hidup dalam godaan, namun mati ketika pesona godaan itu menjerat kita begitu ketat, sehingga kita tak bisa mengenali diri kita lagi.
Kesalahan kita barangkali adalah terlalu sederhana dalam melihat lembaga yang bernama perkawinan. Kita seringkali melihat perkawinan sebagai pengaturan kehidupan sederhana: dua orang jatuh cinta dan memutuskan menikah, hidup bersama dalam satu rumah, memiliki kehidupan seks dan membesarkan anak-anak.
Jarang dari diri kita yang memikirkan bahwa di balik wajahnya yang sederhana perkawinan adalah sebuah perjuangan emosional yang hebat dan berlangsung seumur hidup. Perkawinan adalah sebuah ladang permainan bagi jiwa, di mana individu-individu keluarga dan pasangan melalui banyak cobaan.
Menurut Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul The Soul of The Sex, jauh di dalam relung setiap kehidupan manusia terletak perasaan ketidaklengkapan dan keterpisahan. Kita seringkali membawa sikap cemas ini dalam perkawinan dan berharap pasangan kita akan mengisi celah yang ada atau mengutuhkan kembali apa yang selama ini terbagi. Namun di sisi lain, jauh dalam hati kita juga menyimpan kerinduan akan kebebasan yang kita miliki semasa membujang.
Dua wajah kegelisahan ini kemudian menemukan wujudnya dalam fantasi seksual. Itulah sebabnya seks dalam kehidupan perkawinan, seperti pusaran air, berpusar secara misterius, menggoda dan menghibur. Itu sebabnya tiba-tiba orang bermimpi bercinta dengan mantan kekasih atau bintang film yang sama sekali tak dikenalnya. Itulah alasan mengapa pria kemudian menjadi gampang tergoda oleh para 'miss porot' yang piawai menyentuh imajinasi.
Ketika merasa pasangan kita tidak bisa mengisi kekosongan dan kerinduan pada kebebasan membujang menguat itulah, muncul fantasi tentang kekasih misteri. Kekosongan dan kerinduan inilah yang membuat kita menjadi rentan pada godaan dan membuat kita menjadi gampang tersentuh secara seksual.
Menurut Moore, ada satu hal yang sering diabaikan, terutama oleh wanita, bahwa imajinasi seksual, terutama pada pria, tidak akan menjadi lemah, tidak peduli berapa pun usia Anda dan bagaimanapun keadaan Anda saat ini.
Perkawinan yang kuat akan bisa terwujud jika suami atau istri mau mempelajari dan saling mengisi kekosongan pasanganya, serta mau atau belajar memahami imajinasi seksual pasangan masing-masing. Sehingga seberapa pun besar keinginan untuk tergoda, masing-masing akan teringat pada komitmen untuk 'pulang' kembali ke ladang jiwa bernama perkawinan itu.
Mungkin kita bisa belajar dari kisah cinta Odysseus dengan Penelope dalam Odyssey. Dalam pengembaraannya Odysseus sempat terdampar di sebuah pulau yang hanya berpenghuni wanita. Dewi penguasa pulau itu menjanjikan akan memberikan cinta dan keabadian pada Odysseus jika ia mau tinggal. Ia menolak untuk tinggal lebih lama karena merindukan ranjang yang khusus ia buat bertahun-tahun lalu untuk Penelope.
"Tinggallah, kau akan mendapat cinta, kenikmatan dan keabadian dariku," kata si Dewi.
"Apa gunanya keabadian jika aku tidak hidup dengan orang yang kucintai," jawab Odysseus.
"Kau akan menjadi tua dan mati Odysseus. Aku lebih muda dan lebih cantik. Tentu Penelope sudah tidak semuda ketika kamu tinggalkan," bujuk si Dewi lagi.
"Tidak masalah menjadi tua asal aku hidup bersama orang yang kucintai. Kalau dia menjadi tua, aku pun juga tidak semuda dulu lagi," jawab Odysseus.
Si Dewi menyerah, Odysseus melanjutkan perjalannya, pulang ke ranjang yang dirindukannya, Penelope.
Kita memang hidup dalam godaan. Bagaimana kita melampaui godaan tanpa harus mati karena pesonanya adalah sebuah seni. Itulah perkawinan dan itulah kehidupan. (enggar s marwati)